BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hepar
merupakan organ berbentuk biji dalam tubuh kita dengan berat 1,5 kg pada orang
dewasa. Letaknya, terdapat pada bagian atas dalam rongga abdomen disebelah
kanan bawah diafragma. .Hati secara luas dilindungi tulang iga. Hepar terbagi
atas dua lapisan utama; pertama, permukaan atas berbentuk tembung, terletak di
bawah diafragma, kedua, permukaan bawah tidak rata dan memperhatikan lekukan
fisura transfersus. Fisura longitudional memisahkan belahan kanan dan kiri dibagian
atas hati, selanjutnya hati dibagi empat belahan; lobus kanan, lobus kiri,
lobus kaudata, dan lobus quadratus.
Hati mempunyai 2 jenis peredaran darah
yaitu; Arteri hepatica dan Vena porta. Vena hepatica, keluar dari aorta dan
memberikan 1/5 darah dalam hati, darah ini mempunyai kejenuhan 95-100 % masuk
ke hati akan membentuk jaringan kapiler setelah bertemu dengan kapiler Vena,
akhirnya keluar sebagai Vena hepatica. Vena porta terbentuk dari lienalis dan
Vena mesentrika superior menghantarkan 4/5 darahnya ke hati, darah ini
mempunyai kejenuhan 70% sebab beberapa O2 telah diambil oleh limfe dan usus,
guna darah ini membawa zat makanan ke hati yang telah diabsorbsi oleh mukosa
dan usus halus.
Hati dapat dianggap sebagai sebuah pabrik
kimia yang membuat, menyimpan, mengubah dan mengekskresikan sejumlah besar
substansi yang terlibat dalam metabolisme. Lokasi hati sangat penting dalam
pelaksanaan fungsi ini karena hati menerima darah yang kaya nutrien langsung
dari traktus gastrointestinal; kemudian hati akan menyimpan atau
mentransformasikan semua nutrient ini menjadi zat-zat kimia yang digunakan
dibagian lain dalam tubuh untuk keperluan metabolik. Hati merupakan organ yang
penting khususnya dalam pengaturan metabolisme glukosa dan protein. Hati
membuat dan mengekresikan empedu yang memegang peran uatama dalam proses
pencernaan serta penyerapan lemak dalam tractus gastrointestinal. Organ ini
mengeluarkan limbah produk dari dalam aliran darah dan mensekresikannya ke
dalam empedu.
B.
Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui definisi penyakit abses hepar.
2. Untuk
mengetahui Penyebab, patofisiologi, serta pengobatan abses hepar.
3. Untuk
mengetahui pengkajian keperawatan, diagnose keperawatan, dan intervensi
keperawatan pada abses hepar.
BAB
II
ISI
A.
Konsep
Penyakit
1.
Defenisi
Abses
adalah pengumpulan cairan nanah tebal, berwarna kekuningan disebabkan oleh
bakteri, protozoa atau invasi jamur kejaringan tubuh. Abses dapat terjadi di
kulit, gusi, tulang, dan organ tubuh seperti hati, paru-paru, bahkan otak, area
yang terjadi abses berwarna merah dan menggembung, biasanya terdapat sensasi
nyeri dan panas setempat.
Abscess
adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang tidak akibat kerusakan
jaringan, Hepar adalah hati.
Jadi
Abses hepar adalah rongga berisi nanah pada hati yang diakibatkan oleh infeksi.
2.
Etiologi
Infeksi terutama disebabkan oleh kuman gram negatif dan penyebab
yang terbanyak adalah E. coli, penyebab lainnya adalah :
Organisme Insiden (%) Organisme Insidensi (%)
Aerob gram-negatif
Escherichia coli
Klebsiella
Proteus
Serratia
Morganella
Actinolbacter
Aerobgaram-positif
Streptococcus faecalis
Streptokokus – B
Sterptokokus – A
Stafilokokus …
Anaerob
Fusdaacterium nucleatum
Bacteroides
Bacteroides fragil
Peptostreptococus
Actinomyces
Clostridium …..
Organisme Insiden (%) Organisme Insidensi (%)
Aerob gram-negatif
Escherichia coli
Klebsiella
Proteus
Serratia
Morganella
Actinolbacter
Aerobgaram-positif
Streptococcus faecalis
Streptokokus – B
Sterptokokus – A
Stafilokokus …
Anaerob
Fusdaacterium nucleatum
Bacteroides
Bacteroides fragil
Peptostreptococus
Actinomyces
Clostridium …..
3.
Tanda
dan Gejala
Abses adalah
tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang diawali dengan proses yang
disebut peradangan.
Awalnya, seperti
bakteri mengaktifkan sistem kekebalan tubuh, beberapa kejadian terjadi:
a. Darah
mengalir ke daerah meningkat.
b. Suhu
daerah meningkat karena meningkatnya pasokan darah.
c. Wilayah
membengkak akibat akumulasi air, darah, dan cairan lainnya.
d. Ternyata
merah.
e. Rasanya
sakit, karena iritasi dari pembengkakan dan aktivitas kimia.
f. Keempat
tanda-panas, bengkak, kemerahan, dan sakit-ciri peradangan
4.
Klasifikasi
Ada dua jenis abses, septikp dan
steril. Kebanyakan abses adalah septik, yang berarti bahwa mereka adalah hasil
dari infeksi. Septic abses dapat terjadi di mana saja di tubuh. Hanya bakteri
dan respon kekebalan tubuh yang diperlukan. Sebagai tanggapan terhadap bakteri,
sel-sel darah putih yang terinfeksi berkumpul di situs tersebut dan mulai
memproduksi bahan kimia yang disebut enzim yang menyerang bakteri dengan
terlebih dahulu tanda dan kemudian mencernanya. Enzim ini membunuh bakteri dan
menghancurkan mereka ke potongan-potongan kecil yang dapat berjalan di sistem
peredaran darah sebelum menjadi dihilangkan dari tubuh. Sayangnya, bahan kimia
ini juga mencerna jaringan tubuh. Dalam kebanyakan kasus, bakteri menghasilkan
bahan kimia yang serupa. Hasilnya adalah tebal, cairan-nanah kuning yang
mengandung bakteri mati, dicerna jaringan, sel-sel darah putih, dan enzim.
Abses steril
kadang-kadang bentuk yang lebih ringan dari proses yang sama bukan disebabkan
oleh bakteri, tetapi oleh non-hidup iritan seperti obat-obatan. Jika
menyuntikkan obat seperti penisilin tidak diserap, itu tetap tempat itu
disuntikkan dan dapat menyebabkan iritasi yang cukup untuk menghasilkan abses
steril. Seperti abses steril karena tidak ada infeksi yang terlibat. Abses
steril cukup cenderung berubah menjadi keras, padat benjolan karena mereka
bekas luka, bukan kantong-kantong sisa nanah.
a.
Carbuncles dan bisul. Kelenjar minyak kulit (kelenjar
sebasea) di bagian belakang atau bagian belakang leher biasanya adalah
orang-orang terinfeksi. Yang paling sering terlibat bakteri Staphylococcus
aureus. Jerawat adalah suatu kondisi serupa yang melibatkan kelenjar sebaceous
pada wajah dan punggung.
b.
Pilonidal kista. Banyak orang cacat lahir sebagai
sebuah lubang kecil di kulit tepat di atas anus. Tinja bakteri dapat memasuki
pembukaan ini, menyebabkan infeksi dan abses berikutnya.
c.
Retropharyngeal, parapharyngeal, peritonsillar abses.
Sebagai akibat dari infeksi tenggorokan, seperti radang tenggorokan dan
tonsilitis, bakteri dapat menyerang jaringan yang lebih dalam tenggorokan dan
menyebabkan abses. Abses ini dapat berkompromi menelan dan bahkan bernapas.
d.
Lung abses. Selama atau setelah radang paru-paru,
apakah itu disebabkan oleh bakteri [Common radang paru-paru], tuberkulosis,
jamur, parasit, atau bakteri lain, abses dapat berkembang sebagai komplikasi.
e.
Hati abses. Bakteri atau amuba dari usus dapat menyebar
melalui darah ke hati dan menyebabkan abses.
f.
Psoas abses. Jauh di bagian belakang perut, di kedua
sisi tulang belakang pinggang, terletak otot psoas. Mereka flex pinggul. Abses
dapat mengembangkan di salah satu otot, biasanya ketika itu menyebar dari usus
buntu, usus besar, atau saluran tuba.
5.
Patofisiologi
Pengaruh Abses
Heper terhadap kebutuhan dasar manusia
a. Amuba yang masuk menyebabkan peradangan hepar sehingga
mengakibatkan infeksi
b. Kerusakan jaringan hepar menimbulkan perasaan nyeri
c. Infeksi pada hepar menimbulkan rasa nyeri sehingga mengalami
gangguan tidur atas pola tidur.
d. Abses menyebabkan metabolisme dihati menurun sehingga
menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan.
e. Metabolisme nutrisi di hati menurun menyebabkan produksi energi
menurun sehingga dapat terjadi intoleransi aktifitas fisik.
6.
Manifestasi
Klinis
Keluhan awal: demam/menggigil, nyeri
abdomen, anokresia/malaise, mual/muntah, penurunan berat badan, keringan malam,
diare, demam (T > ), hepatomegali,°38 nyeri tekan kuadran kanan atas, ikterus, asites, serta sepsis
yang menyebabkan kematian. (Cameron 1997)
7.
Komplikasi
Komplikasi yang paling sering adalah
berupa rupture abses sebesar 5 – 15,6%, perforasi abses keberbagai organ tubuh
seperti ke pleura, paru, pericardium, usus, intraperitoneal atau kulit.
Kadang-kadang dapat terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau
drainase. (Menurut Julius, Ilmu penyakit dalam, jilid I, 1998)
8.
Pemeriksaan
Penunjang
a. Laboratorium
Untuk mengetahui
kelainan hematologi antara lain hemoglobin, leukosit, dan pemeriksaan faal
hati.
b. Foto
dada
Dapat ditemukan
berupa diafragma kanan, berkurangnya pergerakan diafragma, efusi pleura, kolarp
paru dan abses paru.
c. Foto
Polos Abdomen
Kelainan dapat
berupa hepatomegali, gambaran ileus, gambaran udara bebas di atas hati.
d. Ultrasonografi
Mendeteksi
kelainan traktus bilier dan diafragma.
e. Tomografi
Melihat kelainan
di daerah posterior dan superior, tetapi tidak dapat melihat integritas
diafragma
f. Pemeriksaan
serologi
Menunjukkan
sensitifitas yang tinggi terhadap kuman.
g. Pengobatan
1) Kemoterapi
Obat-obatan
dapat diberikan secara oral atau intravena, sebagai contoh untuk gram negative
di beri Metranidazol, Clindazimin atau Kloramfenikal.
2) Aspirasi
Jarum
Pada abses yang
kecil atau tidak toksik tidak perlu dilakukan aspirasi, hanya dilakukan pada
ancaman truktur atau gagal pengobatan konserpatif. Sebaliknya aspirasi ini
dilakukan dengan tuntunan USG.
B.
Konsep
Keperawatan
1.
Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat, menunjukkan adanya kelemahan, kelelahan,
terlalu lemah, latergi, penurunan massa otot/tonus.
b. Sirkulasi, menunjukkan adanya gagal jantung kronis, kanker,
distritmia, bunyi jantung ekstra, distensi vena abdomen.
c. Eliminasi, Diare, Keringat pada malam hari menunjukkan adanya
flatus, distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus, feses warna tanah
liat, melena, urine gelap pekat.
d. Makanan/cairan, menunjukkan adanya anoreksia, tidak toleran
terhadap makanan/tidak dapat mencerna, mual/muntah, penurunan berat badan dan
peningkatan cairan, edema, kulit kering, turgor buruk, ikterik.
e. Neurosensori, menunjukkan adanya perubahan mental, halusinasi,
koma, bicara tidak jelas.
f. Nyeri/kenyamanan, menunjukkan adanya nyeri abdomen kuadran kanan
atas, pruritas, sepsi perilaku berhati-hati/distraksi, focus pada diri sendiri.
g. Pernapasan, menunjukkan adanya dispnea, takipnea, pernapasan
dangkal, bunyi napas tambahan, ekspansi paru terbatas, asites, hipoksia.
h. Keamanan, menunjukkan adanya pruritas, demam, ikterik, ekimosis,
patekis, angioma spider, eritema.
i.
Seksualitas, menunjukkan
adanya gangguan menstruasi, impotent, atrofi testis.
2.
Diagnosa
Keperawatan
Menurut
Doenges,E.M (2000), diagnosa keperawatan pasien dengan Abses Hepar meliputi :
a.
Pola napas, tidak efektif
berhubungan dnegan Neuromuskular, ketidakseimbangan perceptual/kognitif.
b.
Perubahan
persepsi/sensori: proses pikir berhubungan dengan perubahan kimia: penggunaan
obat-obat farmasi.
c.
Kekurangan volume cairan,
resiko tinggi terhadap pembatasan pemasukan cairan secara oral (proses/prosedur
medis/adanya rasa mual).
d.
Nyeri (akut) berhubungan
dengan gangguan pada kulit, jaringan, dan integritas otot.
e.
Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan interupsi mekanisme pada kulit/jaringan.
f.
Resiko tinggi infeksi
berubungan dengan luka oprasi dan prosedur invasif.
g.
Gangguan kebutuhan tidur
berhubungan dengan proses penyakit, efek hospitalisasi, perubahan lingkungan
h.
Kurang pengetahuan
(kebutuhan belajar) tentang kondisi/situasi, prognosis, kebutuhan pengobatan.
3.
Intervensi
Keperawatan dan Rasional Tindakan
Perencanaan
berdasarkan Doenges,E.M (2000) perawatan pasien pasca operatif
a. Pola
napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan perceptual/kognitif.
Tujuan : pola
pernapasan normal/ efektif dan bebas dari sianosis atau tanda-tanda hipoksia.
Intervensi :
1) Pertahankan jalan udara pasien memiringkan kepala
2) Auskultasi suara napas.
3) Observasi frekuensi dan kedalaman pernapasan, pemakaian
otot-otot bantu pernapasan.
4) Pantau tanda-tanda vital secara terus-menerus.
5) Lakukan gerak sesegera mungkin
6) Observasi terjadinya yang berlebih
7) Lakukan penghisapan lendir bila perlu
8) Berikan tambahan oksigen sesuai kebutuhan
9) Berikan terapi sesuai instruksi
b. Perubahan
persepsi/ sensori: proses pikir berhubungan dengan penggunaan obat-obat
farmasi.
Tujuan :
meningkatnya tingkat kesadaran.
Intervensi :
1) Orientasikan kembali pasien secara terus-menerus setelah keluar
dari pengaruh anestasi
2) Bicara dengan pasien dengan suara yang jelas dan normal.
3) Minimalkan diskusi yang bersifat negatif.
4) Gunakan bantalan pada tepi lakukan pengikatan jika perlu.
5) Observasi akan adanya halusinasi, depresi dan lain-lain.
6) Pertahankan lingkungan tenang dan nyaman.
c. Resiko
tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan
pemasukan cairan secara oral (proses penyakit/ prosedur medis/ adanya rasa
mual).
Tujuan :
terdapat keseimbangan cairan yang adekuat.
Intervensi :
1) Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran.
2) 2) Kaji pengeluaran urinarius, terutama untuk tipe prosedur
operasi yang dilakukan.3
3) Pantau tanda-tanda vital.
4) Catat munculnya mual/muntah, riwayat pasien mabuk perjalanan.
5) Periksa pembalut, alat drein pada interval regular, kaji luka
untuk terjadinya pembengkakan.
6) Berikan cairan parenteral, produksi darah dan/atau plasma
ekspander sesuai petunjuk. Tingkat kecepatan IV jika diperlukan.
7) Berikan kembali pemasukan oral secara berangsur-angsur sesuai
petunjuk.
8) Berikan antiemetik sesuai kebutuhan
d. Nyeri
berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot, trauma
muskoluskeletal/ tulang, munculnya saluran dan selang.
Tujuan : rasa
nyeri/ sakit telah terkontrol/ dihilangkan,klian dapat beristirahat dan
beraktivitas sesuai kemampuan.
Intervensi :
1) Kaji skala nyeri, intensitas, dan frekuensinya.
2) Evaluasi rasa sakit secara regular.
3) Kaji tanda-tanda vital.
4) Kaji penyebab ketidaknyamanan yang mungkin sesuai prosedur
operasi.
5) Letakkan reposisi sesuai petunjuk.
6) Dorong penggunaan teknik relaksasi.
7) Berikan obat sesuai petunjuk.
e. Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan
kesehatan.
Tujuan : klien
menunjukkan tindakan untuk meningkatkan metabolic.
Intervensi :
1) Kaji kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional
2) Letakkan klien pada posisi tertentu.
3) Pertahankan kesejahteraan tubuh secara fungsional.
4) Bantu atau tindakan untuk melakukan latihan rentang gerak.
5) Berikan perawatan kulit dengan cermat.
6) Pantau haluaran urine.
f. Resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi dan prosedur invasive.
Tujuan : tidak
terdapat tanda-tanda dan gejala infeksi.
Intervensi :
1) Berikan perawatan aseptik dan anti septik, pertahankan cuci
tangan yang baik.
2) Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan (luka jahitan)
daerah yang terpasan alat invasif.
3) Pantau seluruh tubuh secara teratur, catat adanya demam,
menggigil dan diaphoresis
4) Awasi atau jumlah penggunjung
5) Observasi warna dan kejarnya uring
6) Berikan anti biotik sesuai indikasi.
g. Gangguan
kebutuhan istirahat tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan dan proses
hospitali.
Tujuan :
kebutuhan istirahat dapat terpenuhi.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan dan kebiasaan tidur klien
2) Berikan tempat tidur yang nyaman dengan beberapa barang milik
pribadinya contoh : Sarung, guling
3) Dorong aktifitas ringan
4) Intruksikan tindakan relaksasi
5) Dorong keluarga untuk selalu menemani.
6) Awasi dan batasi jumlah penggunjung
h. Kurang
pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi/ situasi, prognosis kebutuhan
istirahat.
Tujuan :
menyatakan pemahaman proses penyakit/ prognosis.
Intervensi :
1) Tinjau ulang pembedahan/prosedur khusus yang dilakukan dan
harapan masa dating.
2) Diskusikan terapi obat-obatan, meliputi penggunaan resep.
3) Indentifkasi keterbatasan aktivitas khusus.
4) Jadwalkan priode istirahat adekuat.
5) Tekankan pentingnya kunjungan lanjut.
6) Libatkan orang terkenal dalam program pengajaran. Menyediakan
instruksi tertulis/materi pengajaran.
7) Ulangi pentingnya diita nutrisi dan pemasukan cairan adekuat.
4.
Implementasi
Keperawatan
Prinsip tindakan
yang yang mendasari penanganan diagnose keperawatan yang mungkin timbul adalah
:
a. Mempertahankan pola nafas efektif
b. Mempertahankan tingkat kesadaran klien
c. Mempertahankan keseimbangan cairan
d. Menerapkan manajemen nyeri
e. Mencegah terjadinya infeksi
f. Mempertahankan dan meningkatkan kebutuhan istrahat
g. Meningkatkan pengalaman pasien tentang proses penyakit dan
prognosis.
5.
Evaluasi
Evaluasi yang
diharapkan adalah :
a. Pola napas efektif
b. Kesadaran klien stabil
c. Volume cairan adekuat
d. Berkurang atau hilangnya nyeri
e. Infeksi tidak terjadi
f. Kebutuhan istrahat klien dapat terpenuhi
g. Klien dapat memahami tentang proses penyakit
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Abses hepar adalah
rongga yang berisi nanah pada hati yang disebabkan oleh infeksi. Abses hepar
kebanyakan disebabkan oleh kuman gram negatif yang salah satunya adalah E.coli.
Abses hepar biasa menyebabkan pola aktivitas penderita menurun, kebutuhan dasar
juga terhambat dan terlebih pada proses metabolic hati menurun. Komplikasi yang
sering terjadi yaitu berupa reptur abses sebesar 5 - 15,6% dan kadang-kadang
terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase.
Adapun cara
pengobatan abses hepar dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui kemoterapi
dan Aspirasi jarum.
Hasil akhir yang ingin dicapai dalam perawatan
pasien abses hepar yaitu terpenuhinya segala kebutuhan pasien dan pemahaman
pasien terhadap perjalanan penyakit yang dideritanya serta cara penanganan
penyakit dengan sebelumnya memberikan
Health Education.
B.
Saran
1. Perhatikan
perubahan status kesehatan yang terjadi pada psien.
2. Jika
implementasi kurang, maka berikan implementasi kolaborasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Cameeron
( 1995 ). Prinsip-prinsip Penyakit Dalam. Jakarta: Binarupa Aksara
Dengoes,
et al ( 2000 ). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. Jakarta: Buku kedokteran
ECG.
Harrison
( 1995 ). Prinsip-prinsip Penyakit Dalam. Jakarta: Buku kedokteran ECG.
J. c. e. Underwood ( 2000 ).Patologi Umum dan Sistematika. Edisi II. Jakarta: Balai Penerbitan Buku Kedokteran ECG.
J. c. e. Underwood ( 2000 ).Patologi Umum dan Sistematika. Edisi II. Jakarta: Balai Penerbitan Buku Kedokteran ECG.
Noer
Sjaifoellah ( 1996 ). Buku Ajaran Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Jakarta:
Balai Penerbitan FKUI.
Staf
Pengajar Parasitologi ( 2003 ). Protozoa. Malang : Fakultas Kedokteran Unibraw.
Bruner
dan Suddarth ( 2000 ). Buku Ajaran KMB. Edisi 8. Jakarta: ECG
Microsoft
Encantta Reference Library.( 2004 ). Liver, Amebiasis Abses and Calf Diphteria/
Fusa bakteriun necrosphorum.
Harjono,
et al ( 1996 ).Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 26. Jakarta: Buku kedokteran
ECG.